Kejanggalan-kejanggalan tewasnya Bripka AS pun makin mencuat dengan berbedanya fakta dari pihak Polres yang menyatakan meninggal bunuh diri. Sementara itu dari pihak keluarga diduga bahwa Bripka AS dibunuh.
Istri Bripka AS Jenni Simorangkir menyebut, sebelum almarhum meninggal, ia sempat mengatakan bahwa siap untuk membongkar siapa saja yang terlibat dalam kasus ini.
"Kira-kira pada 29 Januari, almarhum mengatakan karena dia sudah melakukan pembayaran dia bilang, saya tidak mau kena sendiri, saya akan membongkar siapa saja yang terlibat dalam kasus ini," ujar Jenni Simorangkir.
Hal itu diungkapkan almarhum saat di rumah dan disaksikan juga oleh anak-anak mereka.
Mengenai pembelian sianida yang dilakukan pada 23 Januari, menjadi suatu hal yang janggal bagi Jenni, ia menyebut itu suatu hal yang tidak mungkin dilakukan oleh suaminya.
Jenni mengungkapkan, pada 23 Januari, setelah aktivitas apel pagi suaminya pulang kerumah, mengatakan bahwa harus membayar Rp400 juta, serta handphone miliknya disita Kapolres Samosir AKBP Yogie Hardiman.
"Jadi bagaimana mungkin suami saya bisa memesan sianida kalau handphonenya pun saja disita, dan saya tidak percaya suami saya melakukan itu," ucap Jenni.
Modus penggelapan pajak yang cukup besar ini harus diusut tuntas. Komisioner Kompolnas Poengky Indarti menyebut, pihaknya akan terus mengawal kasus ini untuk mengetahui fakta yang sebenarnya.
Adapun modus penggelapan pajak dilakukan dengan membantu pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Korban diduga 400 wajib pajak dari 2018-2023. Kerugian ditaksir mencapai Rp2,5 miliar.
"Kami akan segera klarifikasi ke Polda Sumatra Utara dan kami juga akan turun ke sana, kami mendesak penyidik untuk profesional dalam hal ini dengan mengedepankan Scientific Crime Investigation," ujar Poengky Indarti.
Jenni berharap, presiden dan Kapolri dapat mengusut tuntas kasus kematian suaminya dengan adil dan terang-benderang.